Menurut pendapat para ilmuwan, istilah pondok
pesantren adalah merupakan dua istilah yang mengandung satu arti. Orang Jawa
menyebutnya “pondok” atau “pesantren”. Sering pula menyebut sebagai pondok
pesantren. Istilah pondok barangkali berasal dari pengertian asrama-asrama para
santri yang disebut pondok atau tempat tinggal yang terbuat dari bambu atau
barangkali berasal dari bahasa Arab “funduq” artinya asrama besar yang
disediakan untuk persinggahan.
Jadi pesantren secara etimologi berasal dari kata santri yang mendapat awala pe- dan akhiran -an sehingga menjadi pe-santria-an yang bermakna kata “shastri” yang artinya murid. Sedang C.C.
Berg. berpendapat bahwa istilah pesantren berasal dari kata shastri yang dalam bahasa India berarti
orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu, atau seorang sarjana ahli
kitab-kitab suci agama Hindu. Kata shastri berasal dari kata shastra yang berarti buku-buku suci,
buku-buku suci agama atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan.
Dari pengertian tersebut berarti antara pondok dan
pesantren jelas merupakan dua kata yang identik (memiliki kesamaan arti), yakni asrama tempat santri
atau tempat murid / santri mengaji.
Sedang secara terminologi pengertian pondok pesantren
dapat penulis kemukakan dari pendaptnya pada ahli antara lain:
M. Dawam Rahardjo memberikan pengertian pesantren
sebagai sebuah lembaga pendidikan dan penyiaran agama Islam, itulah identitas
pesantren pada awal perkembangannya. Sekarang setelah terjadi banyak perubahan
di masyarakat, sebagai akibat pengaruhnya, definisi di atas tidak lagi memadai,
walaupun pada intinya nanti pesantren tetap berada pada fungsinya yang asli,
yang selalu dipelihara di tengah-tengah perubahan yang deras. Bahkan karena
menyadari arus perubahan yang kerap kali tak terkendali itulah, pihak luar
justru melihat keunikannya sebagai wilayah sosial yang mengandung kekuatan
resistensi terhadap dampak modernisasi.
Sejarah Pondok Pesantren
Pesantren atau yang lebih dikenal dengan pondok pesantren
adalah lembaga pendidikan Islam tradisional8 tertua di Indonesia. Menurut para
ahli, lembaga pendidikan ini sudah datang sebelum Islam datang ke
Indonesia. Hal ini dikemukakan oleh I. J. Brugman dan K. Meys, yang
menyimpulkan dari tradisi pesantren seperti, penghormatan santri kepada kiyai,
tata hubungan keduanya yang tidak didasarkan kepada uang, sifat pengajaran yang
murni agama dan pemberian tanah oleh negara kepada para guru dan pendeta.
Gejala lain yang menunjukkan azas non-Islam pesantren tidak terdapat di
negara-negara Islam.
Pesantren dilihat dari segi bentuk dan sistemnya, berasal
dari India. Sebelum proses penyebaran Islam di Indonesia sistem tersebut telah
dipergunakan secara umum untuk pengajaran dan pendidikan agama Hindu di Jawa.
Kemudian pendidikan ini diislamisasikan tanpa meninggalkan tradisi yang ada.
Perbedaan yang mendasar ialah pada masa Hindu pendidikan tersebut hanya milik
kasta tertentu, sedang pada masa Islam, pendidikan tersebut milik setiap orang
tanpa memandang keturunan dan kedudukan, karena dalam pandangan Islam seluruh
manusia merupakan umat yang egaliter.
Karena itu Islam dapat diterima oleh masyarakat dan
pesantren dapat berkembang, oleh karena itu pesantren merupakan salah satu
bentuk kebudayaan asli Indonesia.
Tentang kehadiran pesantren secara pasti di Indonesia
pertama kalinya, di mana, dan siapa pendirinya tidak dapat diperoleh keterangan
yang pasti. Ada pendapat yang maengatakan, pesantren pertama kali didirikan
oleh Syeikh Maulana Malik Ibrahim. Beliau adalah ulama yang berasal dari
Gujarat, India agaknya tidak sulit baginya untuk mendirikan pesantren karena
sebelumnya sudah ada perguruan Hindu-Budha dengan sistem biara asrama sebagai
tempat belajar mengajar. Dan mempunyai persamaan dengan pendidikan di India.
Meski begitu, tokoh yang dianggap berhasil mendirikan dan
mengembangkan pesantren dalam arti yang sesungguhnya adalah Raden Rahmat atau
Sunan Ampel. Ia mendirikan pesantren di Kembang Kuning, yang pada waktu
didirikan hanya memiliki tiga orang santri, yaitu: Wiryo Suroyo, Abu Hurairah,
dan Kyai Bangkuning. Kemudian ia pindah ke Denta, Surabaya, dan mendirikan
pesantren di sana, dan akhirnya beliau dikenal dengan sebutan Sunan Ampel.
Sunan Ampel diambil menantu oleh penguasa Tuban bernama Ario Tejo. Di sini
dapat disimpulkan adanya hubungan yang mesra antara ulama dan umara. Hubungan
ini dijalin dengan da’wah, selain itu Ario Tejo membutuhkan bantuan sunan Ampel
untuk mengamankan daerah Tuban, Gresik, dan Surabaya, sebagai kunci kemakmuran
negara.
Pesatnya pertumbuhan dan perkembangan Pesantren Ampel Denta
pada dasarnya didukung oleh beberapa faktor, Pertama, letaknya yang strategis
di pintu gerbang utama Majapahit, sehingga mau tidak mau mesti bersinggungan
langsung dengan sirkulasi perdagangan Majapahit, karena seluruh kapal dari dan
ke Majapahit mesti melewati pelabuhan Surabaya.
Kedua, lembaga pendidikan tersebut mirip dengan
pendidikan sebelumnya. Ketiga, lembaga pendidikan tersebut dapat diikuti oleh
setiap orang tanpa memandang keturunan dan kedudukan.
Pada awal berkembangnya, ada dua fungsi pesantren,
pertama, sebagai lembaga pendidikan. Kedua, sebagai lembaga penyiaran agama.
Kendati kini telah banyak perubahan yang terjadi namun inti fungsi utama
itu masih melekat pada pesantren.
Pesantren di Indonesia tumbuh dan berkembang sangat
pesat. Berdasarkan laporan pemerintah pemerintah kolonial Belanda, tahun 1831
di Jawa saja terdapat tidak kurang dari 1.853 buah dengan jumlah santri
tidak kurang 16.500 orang. Kemudian suatu survai yang diselenggarakan oleh
kantor Shumubu ( Kantor Urusan Agama ) pada masa Jepang tahun 1942 jumlah
pesantren bertambah menjadi 1.871 buah, jumlah tersebut belum dijumlah dengan
pesantren di luar Jawa dan pesantren-pesantren kecil. Pada masa kemerdekaan
jumlah pesantren terus bertambah, berdasarkan laporan Departemen Agama RI tahun
2001 jumlah pesantren di Indonesia mencapai 12.312 buah.
Perkembangan pesantren terhambat ketika Bangsa Eropa
datang ke Indonesia untuk menjajah. Hal ini terjadi karena pesantren bersikap
non-kooperatif bahkan mengadakan konfrontasi terhadap penjajah. Akibat
dari sikap tersebut maka pemerintah kolonial ketika itu mengadakan kontrol dan
pengawasan yang ketat terhadap pesantren. Setelah Indonesia merdeka, pesantren
tumbuh dan berkembang dengan pesat. Ekspansi pesantren juga bisa dilihat dari
pertumbuhan pesantren yang semula hanya rural based institution kemudian
berkembang menjadi pendidikan urban. Lihatlah kemudian pesantren tumbuh di
Ibukota Jakarta seperti Pondok Pesantren Darun Najah, Darul Rahman,
As-Shiddiqiah, dan lain-lain. Bahkan kini pesantren bukan hanya milik
organisasi tertentu tetapi milik umat Islam ndonesia.
Unsur-Unsur Ponpes
Unsur-unsur pokok pesantren, yaitu kyai. masjid, santri, pondok dan
kitab Islam klasik (atau kitab kuning), adalah elemen unik yang membedakan
sistem pendidikan pesantren dengan lembaga pendidikan lainnya.
a.Kyai:
Peran penting
kyai dalam pendirian, pertumbuhan, perkembangan dan pengurusan sebuah pesantren
berarti dia merupakan unsur yang paling esensial. Sebagai pemimpin pesantren,
watak dan keberhasilan pesantren banyak bergantung pada keahlian dan kedalaman
ilmu, karismatik dan wibawa, serta ketrampilan kyai. Dalam konteks ini, pribadi
kyai sangat menentukan sebab dia adalah tokoh sentral dalam pesantren
(Hasbullah, 1999:144).
b.Masjid:
Sangkut paut
pendidikan Islam dan masjid sangat dekat dan erat dalam tradisi Islam di
seluruh dunia. Dahulu, kaum muslimin selalu memanfaatkan masjid untuk tempat
beribadah dan juga sebagai tempat lembaga pendidikan Islam. Sebagai pusat
kehidupan rohani,sosial dan politik, dan pendidikan Islam, masjid merupakan
aspek kehidupan sehari-hari yang sangat penting bagi masyarakat. Dalam rangka
pesantren, masjid dianggap sebagai “tempat yang paling tepat untuk mendidik
para santri, terutama dalam praktek sembahyang lima waktu, khutbah, dan
sembahyang Jumat, dan pengajaran kitab-kitab Islam klasik.” (Dhofier 1985:49).
c.Santri:
Santri merupakan
unsur yang penting sekali dalam perkembangan sebuah pesantren karena langkah
pertama dalam tahap-tahap membangun pesantren adalah bahwa harus ada murid yang
datang untuk belajar dari seorang alim. Kalau murid itu sudah menetap di rumah
seorang alim, baru seorang alim itu bisa disebut kyai dan mulai membangun
fasilitas yang lebih lengkap untuk pondoknya.
Santri biasanya
terdiri dari dua kelompok, yaitu santri kalong dan santri mukim. Santri kalong
merupakan bagian santri yang tidak menetap dalam pondok tetapi pulang ke rumah
masing-masing sesudah selesai mengikuti suatu pelajaran di pesantren. Santri
kalong biasanya berasal dari daerah-daerah sekitar pesantren jadi tidak
keberatan kalau sering pergi pulang. Makna santri mukim ialah putera atau
puteri yang menetap dalam pondok pesantren dan biasanya berasal dari daerah
jauh. Pada masa lalu, kesempatan untuk pergi dan menetap di sebuah pesantren
yang jauh merupakan suatu keistimewaan untuk santri karena dia harus penuh
cita-cita, memiliki keberanian yang cukup dan siap menghadapi sendiri tantangan
yang akan dialaminya di pesantren (Dhofier, 1985:52).
d.Pondok:
Definisi singkat
istilah ‘pondok’ adalah tempat sederhana yang merupakan tempat tinggal kyai
bersama para santrinya (Hasbullah, 1999:142). Di Jawa, besarnya pondok
tergantung pada jumlah santrinya. Adanya pondok yang sangat kecil dengan jumlah
santri kurang dari seratus sampai pondok yang memiliki tanah yang luas dengan
jumlah santri lebih dari tiga ribu. Tanpa memperhatikan berapa jumlah santri,
asrama santri wanita selalu dipisahkan dengan asrama santri laki-laki.
Komplek sebuah
pesantren memiliki gedung-gedung selain dari asrama santri dan rumah kyai,
termasuk perumahan ustad, gedung madrasah, lapangan olahraga, kantin, koperasi,
lahan pertanian dan/atau lahan pertenakan. Kadang-kadang bangunan pondok
didirikan sendiri oleh kyai dan kadang-kadang oleh penduduk desa yang bekerja
sama untuk mengumpulkan dana yang dibutuhkan.
Salah satu niat
pondok selain dari yang dimaksudkan sebagai tempat asrama para santri adalah
sebagai tempat latihan bagi santri untuk mengembangkan ketrampilan
kemandiriannya agar mereka siap hidup mandiri dalam masyarakat sesudah tamat
dari pesantren. Santri harus memasak sendiri, mencuci pakaian sendiri dan
diberi tugas seperti memelihara lingkungan pondok.
Sistem asrama
ini merupakan ciri khas tradisi pesantren yang membedakan sistem pendidikan
pesantren dengan sistem pendidikan Islam lain seperti sistem pendidikan di
daerah Minangkabau yang disebut surau atau sistem yang digunakan di Afghanistan
(Dhofier, 1985:45).
e.Kitab-Kitab
Islam Klasik:
Kitab-kitab
Islam klasik dikarang para ulama terdahulu dan termasuk pelajaran mengenai
macam-macam ilmu pengetahuan agam Islam dan Bahasa Arab. Dalam kalangan
pesantren, kitab-kitab Islam klasik sering disebut kitab kuning oleh karena
warna kertas edisi-edisi kitab kebanyakan berwarna kuning.
Menurut Dhofier
(1985:50), “pada masa lalu, pengajaran
kitab-kitab Islam klasik…. merupakan satu-satunya pengajaran formal yang
diberikan dalam lingkungan pesantren.” Pada saat ini, kebanyakan pesantren
telah mengambil pengajaran pengetahuan umum sebagai suatu bagian yang juga
penting dalam pendidikan pesantren, namun pengajaran kitab-kitab Islam klasik
masih diberi kepentingan tinggi. Pada umumnya, pelajaran dimulai dengan
kitab-kitab yang sederhana, kemudian dilanjutkan dengan kitab-kitab yang lebih
mendalam dan tingkatan suatu pesantren bisa diketahui dari jenis kitab-kitab
yang diajarkan (Hasbullah, 1999:144).
Ada delapan
macam bidang pengetahuan yang diajarkan dalam kitab-kitab Islam klasik,
termasuk: 1.nahwu dan shorof
(morfologi); 2.fiqh; 3.usul fiqh; 4.hadis; 5.tafsir; 6.tauhid; 7.tasawwuf dan
etika; dan 8. cabang-cabang lain seperti tarikh dan balaghah. Semua jenis kitab
ini dapat digolongkan kedalam kelompok menurut tingkat ajarannya, misalnya:
tingkat dasar, menengah dan lanjut. Kitab yang diajarkan di pesantren di Jawa
pada umumnya sama (Dhofier 1985:51).
Sistem
Pendidikan Pondok Pesantren:
Dulu, pusat
pendidikan Islam adalah langgar masjid atau rumah sang guru, di mana
murid-murid duduk di lantai, menghadapi sang guru, dan belajar mengaji. Waktu
mengajar biasanya diberikan pada waktu malam hari biar tidak mengganggu
pekerjaan orang tua sehari-hari. Menurut Zuhairini (1997:212), tempat-tempat
pendidikan Islam nonformal seperti inilah yang “menjadi embrio terbentuknya
sistem pendidikan pondok pesantren.” Ini berarti bahwa sistem pendidikan pada
pondok pesantren masih hampir sama seperti sistem pendidikan di langgar atau
masjid, hanya lebih intensif dan dalam waktu yang lebih lama.
Pendidikan
pesantren memiliki dua sistem pengajaran, yaitu sistem sorogan, yang sering disebut sistem individual, dan sistem bandongan atau wetonan yang sering disebut kolektif. Dengan cara sistem sorogan tersebut, setiap murid mendapat
kesempatan untuk belajar secara langsung dari kyai atau pembantu kyai. Sistem
ini biasanya diberikan dalam pengajian kepada murid-murid yang telah menguasai
pembacaan Qurán dan kenyataan merupakan bagian yang paling sulit sebab sistem
ini menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan dan disiplin pribadi dari murid.
Murid seharusnya sudah paham tingkat sorogan ini sebelum dapat mengikuti
pendidikan selanjutnya di pesantren (Dhofier, 1985: 28).
Metode utama
sistem pengajaran di lingkungan pesantren ialah sistem bandongan atau wetonan.
Dalam sistem ini, sekelompok murid mendengarkan seorang guru yang membaca,
menerjemahkan, dan menerangkan buku-buku Islam dalam bahasa Arab. Kelompok
kelas dari sistem bandongan ini
disebut halaqah yang artinya
sekelompok siswa yang belajar dibawah bimbingan seorang guru (Dhofier, 1985:
28). Sistem sorogan juga digunakan di
pondok pesantren tetapi biasanya hanya untuk santri baru yang memerlukan
bantuan individual.
Pesantren
sekarang ini dapat dibedakan kepada dua macam, yaitu pesantren tradisional dan
pesantren modern. Sistem pendidikan pesantren tradisional sering disebut sistem
salafi. Yaitu sistem yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam
klasik sebagai inti pendidikan di pesantren. Pondok pesantren modern merupakan
sistem pendidikan yang berusaha mengintegrasikan secara penuh sistem
tradisional dan sistem sekolah formal (seperti madrasah).
Tujuan proses
modernisasi pondok pesantren adalah berusaha untuk menyempurnakan sistem
pendidikan Islam yang ada di pesantren. Akhir-akhir ini pondok pesantren
mempunyai kecenderungan-kecenderungan baru dalam rangka renovasi terhadap
sistem yang selama ini dipergunakan. Perubahan-perubahan yang bisa dilihat di
pesantren modern termasuk: mulai akrab dengan metodologi ilmiah modern, lebih
terbuka atas perkembangan di luar dirinya, diversifikasi program dan kegiatan
di pesantren makin terbuka dan luas, dan sudah dapat berfungsi sebagai pusat
pengembangan masyarakat (Hasbullah, 1999:155).
Diambil dari berbagai sumber.
Rating:
100%
based on 10 ratings.
5 user reviews.
Tül Perde Modelleri
BalasHapussms onay
mobil odeme bozdurma
nft nasil alınır
ankara evden eve nakliyat
Trafik Sigortası
dedektör
https://kurma.website
AŞK ROMANLARI